-->

Sekilas tentang Kritik Cerita Anak dan Remaja

          Sampai dekade balakangan masih muncul beberapa sinyalemen yang menyatakan bahwa saat ini terjadi diskriminasi dalam kritik cerpen Indonesia. Dalam beberapa sinyalemen itu antara lain dikeluhkan bahwa kritik terhadap cerpen Indonesia masih terbatas pada cerpen-cerpen dewasa, sedangkan cerpen anak dan remaja diabaikan. Berkenaan dengan realitas itu kemudian ada seseorang bertanya, bahkan menawarkan, apakah perlu para penulis cerpen anak dan remaja mengadakan gebrakan politik sastra.
            Tulisan ini tidak bermaksud menyanggah sinyalemen tersebut, tetapi hanya sedikit menggarisbawahi dan memperjelas mengapa situasi kritik (pembahasan) cerpen Indonesia saat ini mengalami stagnasi. Kita setuju bahwa di antara ribuan karya cerpen yang lahir hanya ada beberapa kritik cerpen saja. Dapat dibayangkan, dari sekian puluh (ratus) surat kabar yang terbit, hampir dipastikan setiap minggu memuat cerpen, tetapi tidak memuat kritik cerpen. Jumlah itu masih ditambah cerpen yang terbit di majalah-majalah berkala lainnya. 
            Jika dikalkulasikan, berapa ribu jumlah cerpen yang lahir dalam seminggu, sebulan, atau setahun? Sementara di tengah membanjirnya karya-karya cerpen, dalam waktu sekian minggu atau sekian bulan, kita belum tentu dapat memukan satu atau dua buah karya kritik. Karena itu miskinnya karya kritik dalam peta kesusastraan Indonesia tidak hanya terbatas pada kritik cerpen remaja dan anak-anak, tetapi juga pada cerpen-cerpen dewasa yang tergolong serius. 
            Kita bisa melihat, berapa jumlah cerpen  yang muncul di Kompas,  Suara Pembaruan, Republika, Jawa Pos, Surabaya Post, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Matra, atau Horison dalam setahun? Kita juga melihat, berapa gelintir kritik cerpen yang hadir di majalah dan koran-koran itu? Jelas hal itu sangat tidak seimbang. Padahal, dari segi kualitas, cerpen-cerpen itu cukup bagus.
            Sementara nasib cerpen keluarga di berbagai majalah wanita juga sama: hadir tanpa kritik. Padahal cerpen-cerpen di Kartini, Femina, Keluarga, atau Sarinah, juga cukup ber-kualitas. Apalagi cerpen-cerpen hasil sayem-bara yang diselenggarakan  rutin setiap tahunnya.
            Jika realitas menunjukkan cerpen “sastra” saja kurang mendapat perhatian serius, tidak heran jika cerpen remaja dan anak-anak juga tidak memperoleh perhatian semestinya. Namun terhadap realitas itu kita tidak perlu menuding siapa yang bersalah. Sebab jarang orang (kritikus) mampu dan bersedia melakukan kritik terhadap apa yang mungkin tidak disenangi atau dianggap bukan bidangnya.
            Sebagai misal, kritikus sastra “serius” tidak memperhatikan sastra remaja dan anak itu bukan berarti mereka tidak mampu melakukannya. Tetapi mungkin menganggap hal itu bukan bidangnya, atau mungkin tidak tertarik karena jenis sastra (remaja/anak) itu dianggap “bukan sastra”. Mereka mungkin menganggap bahwa yang  “sastra” hanyalah karya yang lahir dari abstraksi kehidupan (istilah Budi Darma) yang serba serius dan berat. Padahal, betapapun sederhananya, realitas menunjukkan bahwa yang dicakup oleh sastra anak dan remaja adalah juga abstraksi kehidupan. 
            Di sisi lain, jika diharapkan kritik datang dari kalangan remaja dan anak-anak sendiri, permasalahannya ialah pada umumnya mereka belum memiliki tradisi kritik dan penulisan yang baik. Tidak terbentuknya tradisi semacam itu salah satunya disebabkan oleh kurang intensifnya pelajaran mengarang di sekolah. Kurang intensifnya pelajaran mengarang barangkali juga disebabkan oleh belum terbentuknya tradisi baca yang baik.
            Agaknya saat ini kita tidak hanya butuh Gerakan Disiplin Nasional (GDN), tetapi juga butuh Gerakan Disiplin Baca Sastra Nasional (GDBSN).  Barangkali ini yang perlu diperhatikan para pakar pendidikan dan peng-ajaran sastra. Jika kenyataannya demikian, sulit kiranya mengharap para remaja dan anak-anak mampu menulis bahasan atau kritik  sastra.
             Sementara itu, jika kritik sastra remaja dan anak-anak diharapkan datang dari para penulisnya sendiri, hal ini juga tidak mudah dilakukan. Sebab umumnya pengarang tidak bersedia merangkap tugas sekaligus sebagai kritikus. Bila ini terjadi, biasanya hasilnya akan setengah-setengah, baik karya kreatifnya maupun karya kritiknya. Bisa dibayangkan betapa sulitnya harus menilai (mengkritik) dirinya sendiri. Karena itu ia  lebih suka meninggalkan salah satu bidang dan menekuni bidang yang lain.
            Beberapa sinyalemen di atas menyadarkan kita betapa sulitnya meng-harapkan kesuburan kritik sastra remaja dan anak-anak (juga dewasa). Saya kira ketidaksuburan kritik sastra bukan akibat dari adanya diskriminasi, bukan juga karena sedikitnya karya yang berkualitas, tetapi lebih karena sifat khas sastra remaja dan anak-anak itu sendiri.
            Kita tahu bahwa sastra, terutama sastra anak-anak, ditulis untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Dengan demikian sejak belum lahir ia  sudah dimuati oleh sifat-sifat pragmatis. Sangat jarang karya sastra anak-anak yang tidak bertujuan membina dan mendidik. Ia ditulis memang untuk tujuan praktis agar anak-anak bisa memiliki kepekaan, kemampuan, dan wawasan yang luas di masa datang. 
            Karena sifat pragmatis itulah karya sastra anak-anak seolah hanya berfungsi sebagai alat (sarana) “propaganda”, yaitu propaganda nilai-nilai positif. Di sini sebenarnya letak kesulitannya jika kita membuat kritik objektif atas sastra anak-anak. Kecuali, mungkin, hanya dalam hal teknis pengungkapannya saja.
            Namun ada satu hal yang pantas dipahami. Kita tidak perlu pesimis atas minimnya pembahasan dan kritik cerita anak dan remaja. Sebagai pecinta sastra kita cukup berbangga dengan semakin lebarnya media massa menyediakan ruang gerak sastra kita. Justru yang perlu dikhawatirkan ialah jika sebuah media massa tidak membuka lahan bagi pemuatan cerpen, puisi, cerita bersambung, dan karya kreatif-imajinatif lainnya.
            Kita juga tidak perlu sedih seandainya tidak lahir pembahasan dan kritik sastra. Bagi pembaca atau penikmat, yang terpenting bukan hasil bahasan atau kritik, melainkan karya sastra (cerita) itu sendiri. Karena itu ia pantas diberi hak hidup. Selama ia bertahan hidup, ia akan senantiasa hidup  di hadapan para pembaca dan penikmatnya.
            Dilihat dari sisi tertentu, memang bentuk pembahasan atau kritik sastra amat diperlukan, tetapi sebatas untuk keperluan yang bersifat teknis dan ideologis. Sebagai contoh, mahasiswa melakukan pembahasan sastra untuk persyaratan kelulusan (skripsi, tesis, disertasi). Seorang guru menyusun bahasan sastra untuk keperluan pengajaran. Dosen dan peneliti melakukan analisis dan kritik sastra karena terikat oleh kontrak proyek. Pakar-pakar tertentu membahas sastra untuk kepentingan penulisan sejarah sastra, dan masih banyak lagi contoh.
            Namun, semua itu tidak terlalu berpengaruh bagi kelangsungan hidup sastra itu sendiri. Karena itu, para pengarang sastra, tidak terkecuali pengarang sastra remaja dan anak-anak, tidak perlu mempermasalahkan apakah dirinya akan tercatat dalam sejarah atau tidak.
            Jika saat ini muncul tuntutan bahwa karya sastra dan kritik sastra harus hidup berdampingan, khususnya di seputar sastra remaja dan anak-anak, sesungguhnya kita juga tidak perlu cemas. Sebab di tengah keringnya pembahasan dan kritik sastra, masih ada beberapa pihak yang peduli terhadap perkembangan kritik sastra remaja dan anak-anak.
            Untuk menyebut beberapa contoh saja, Dr. Riris Sarumpaet agaknya pernah menulis buku bahasan sastra jenis tersebut. Demikian juga beberapa penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan perguruan tinggi. Malahan Pusat Bahasa saat ini tidak hanya melakukan penelitian terhadap karya sastra, tetapi juga membuka proyek khusus penulisan cerita anak-anak. 
            Dan dalam beberapa tahun terakhir ini, Minggu Pagi di Yogyakarta, setiap satu atau dua bulan menyediakan satu ruang khusus yang berisi kritik cerpen dan puisi. Yang dikritik adalah puisi dan cerpen-cerpen yang dimuat dalam bulan-bulan itu, tidak terkecuali puisi dan cerpen remaja dan anak.  Selain itu, Korrie Layun Rampan agaknya juga cukup aktif menangani masalah ini. *** 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

TULISAN TERPOPULER

CARI JUGA DI LABEL BAWAH INI

Antologi Cerpen (59) Antologi Esai (53) Penelitian/Kajian Sastra (43) Antologi Puisi (40) Cerita Anak (25) Penelitian/Kajian Bahasa (25) Sastra Jawa Modern (20) Sastra Indonesia-Jogja (14) Antologi Drama (13) Budi Darma (13) Ulasan Buku (13) Kritik Sastra (12) Proses Kreatif (12) Esai/Kritik Sastra (11) Pembelajaran Sastra (11) Kamus (10) Pedoman (10) Prosiding Seminar Ilmiah (9) Antologi Features (8) Cerita Rakyat (8) Mohammad Diponegoro (8) Jurnal (7) Membaca Sastra (7) Religiusitas Sastra (7) UU Bahasa (7) Artikel Jurnal Internasional (6) Antologi Artikel (5) Bahan Ajar (5) Kongres Bahasa (5) Nilai-Nilai Budaya (5) Bahasa/Sastra Daerah (4) R. Intojo (4) Seri Penyuluhan Bahasa (4) Sistem Kepengarangan (4) Telaah Dialogis Bakhtin (4) Ahmad Tohari (3) Antologi Biografi (3) Antologi Dongeng (3) Danarto (3) Ensiklopedia (3) Gus Tf Sakai (3) Konsep Nrimo dan Pasrah (3) Korrie Layun Rampan (3) Pascakolonial (3) Penghargaan Sastra (3) AA Navis (2) Antologi Macapat (2) Artikel Jurnal (2) Dinamika Sastra (2) Festival Kesenian (FKY) (2) Film/Televisi Indonesia (2) Glosarium (2) Kuntowijoyo (2) Majalah Remaja (2) Novel Polifonik (2) Pemasyarakatan Sastra (2) Sastra Jawa Pra-Merdeka (2) Seno Gumira Adjidarma (2) Telaah Intertekstual (2) Umar Kayam (2) Abstrak Penelitian (1) Arttikel Jurnal (1) BIPA (1) Bahan Ajar BIPA (1) Budaya Literasi (1) Cermin Sastra (1) Ejaan Bahasa Jawa (1) Etika Jawa (1) FBMM (1) Gerson Poyk (1) Herry Lamongan (1) Iblis (1) Iwan Simatupang (1) Jajak MD (1) Jaring Komunikasi Sastra (1) Kaidah Estetika Sastra (1) Karier Tirto Suwondo (1) Karya Tonggak (1) Kebijakan (1) Motinggo Busye (1) Muhammad Ali (1) Muryalelana (1) Novel (1) Olenka; Budi Darma; Bakhtin (1) Posisi Teks Sastra (1) Puisi Tegalan (1) Putu Wijaya (1) Salah Asuhan (1) Sastra Balai Pustaka (1) Sastra Non-Balai Pustaka (1) Sastra dan Ekonomi Kreatif (1) Sastra dan Imajinasi (1) Sastra dan ORBA (1) Sastra dlm Gadjah Mada (1) Sejarah Sastra (1) Studi Ilmiah Sastra (1) Studi Sastra (1) Syamsuddin As-Sumatrani (1) Teater Modern (1) Telaah Model AJ Greimas (1) Telaah Model Levi-Strauss (1) Telaah Model Roland Barthes (1) Telaah Model Todorov (1) Telaah Model V Propp (1) Telaah Pragmatik (1) Telaah Sosiologis (1) Telaah Stilistika (1) Teori Sastra (1) Teori Takmilah (1) Turiyo Ragil Putra (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel