Masa Depan Bahasa Indonesia (Catatan Budaya KR)
Saturday, January 14, 2017
Edit
Kita yakin bahwa di masa-masa
mendatang nasib Bahasa Indonesia akan lebih baik. Sebab, bahasa pemersatu
bangsa (sejak 1928) yang telah resmi menjadi bahasa negara (sejak 1945) itu
kini telah memiliki payung hukum yang sah, yakni UU No. 24 Tahun 2009. Memang
UU itu tidak hanya mengatur bahasa, tetapi juga bendera, lambang negara, dan
lagu kebangsaan. Namun, karena UU itu telah disahkan Presiden pada 9 Juli 2009,
berarti sejak itu seluruh warga negara Indonesia wajib mematuhinya. Dulu
kita bisa bebas untuk tidak bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, tetapi
kini tidak lagi demikian karena sebagai warga yang hidup di negara hukum kita
wajib mematuhi hukum, termasuk mematuhi UU No 24/2009 yang, antara lain,
mengatur penggunaan bahasa Indonesia.
Bagaimana
penggunaan Bahasa Indonesia (BI) diatur dalam UU No 24 dan apa kewajiban kita?
Dinyatakan dalam UU itu bahwa BI wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan
(pasal 26) dan dalam dokumen
resmi (surat keputusan,
surat berharga,
ijazah, surat
keterangan, surat
identitas diri, akta jual beli, surat
perjanjian, putusan pengadilan) negara (pasal 27). Sementara,
BI juga wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden,
Wakil Presiden, dan pejabat negara di dalam dan atau di luar negeri (pasal 28). Kecuali, untuk forum
resmi internasional di luar negeri, negara yang bersangkutan telah menetapkan
penggunaan bahasa tertentu.
Dalam pasal 29 diatur
bahwa BI wajib digunakan sebagai
bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Tetapi, jika untuk tujuan tertentu,
pendidikan dapat menggunakan bahasa asing. Bahkan, kewajiban itu tak berlaku
bagi satuan pendidikan asing. Sementara, BI wajib digunakan dalam pelayanan administrasi
publik di instansi pemerintahan (pasal 30). BI wajib pula digunakan dalam surat perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah, lembaga swasta atau
perseorangan WNI (pasal 31). Jika melibatkan pihak asing, perjanjian ditulis juga
dalam bahasa asing dan atau bahasa Inggris.
Pasal 32 mengatur
bahwa BI wajib
digunakan dalam forum nasional atau internasional di Indonesia dan dapat pula
dalam forum internasional di luar negeri. Sementara pasal 33 mengatur bahwa BI wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah
dan swasta. Jika ada pegawai negeri atau karyawan swasta yang belum mampu
berbahasa Indonesia, mereka wajib mengikuti pembelajaran untuk meraih kemampuan
berbahasa Indonesia.
BI wajib digunakan dalam laporan tiap
lembaga/perseorangan kepada instansi pemerintah (pasal 34). BI juga wajib digunakan dalam penulisan karya/publikasi
ilmiah di Indonesia (pasal 35). Tetapi, jika ada tujuan khusus, publikasi itu
dapat menggunakan bahasa daerah/asing. Penamaan geografi juga wajib menggunakan
bahasa Indonesia (pasal 36) dan hal itu
berlaku pula untuk penamaan bangunan, gedung, jalan, apartemen,
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha,
lembaga pendidikan, organisasi milik warga negara atau badan hukum Indonesia.
Tetapi, jika bernilai sejarah, budaya, adat istiadat, atau keagamaan, penamaan
itu dapat menggunakan bahasa daerah/asing.
Hal serupa berlaku untuk informasi produk
barang/jasa dalam/luar negeri di Indonesia (pasal 37). Namun, jika diperlukan, dapat dilengkapi bahasa
daerah/asing. Sementara penunjuk jalan, rambu, fasilitas, spanduk, dll yang
berupa pelayanan umum wajib menggunakan BI (pasal 38). Tetapi, bila diperlukan, dapat disertai bahasa
daerah/asing. Hal yang sama berlaku untuk informasi via media massa (pasal 39). Hanya, jika ada tujuan khusus, dapat
menggunakan bahasa daerah/asing. Demikian
ketentuan penggunaan BI seperti yang dimaksud pasal 26--39. Hanya saja,
semua ini masih akan diatur dalam Peraturan Presiden (pasal 40).
Lalu
bagaimana UU ini mengatur upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan BI?
Pasal 41 mengatur bahwa pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi
bahasa/sastra agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sesuai perkembangan zaman. Upaya
pengembangan, pembinaan, dan pelindungan itu dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
Sementara, untuk Bahasa
Daerah, pasal 42 mengatur bahwa Pemda
wajib mengembangkan, membina, dan melindunginya agar tetap memenuhi kedudukan
dan fungsinya dalam kehidupan sesuai perkembangan zaman dan tetap menjadi
bagian kekayaan budaya Indonesia. Upaya itu juga dilakukan secara bertahap,
sistematis, berkelanjutan oleh Pemda di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.
Sama seperti ketentuan untuk BI, ketentuan untuk Bahasa Daerah juga masih akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Selain itu, seperti diatur pasal 43, Pemerintah dapat
memfasilitasi WNI yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka
peningkatan daya saing bangsa.
Pertanyaan
yang muncul kemudian ialah, mampukah BI menjadi bahasa internasional? Kalau
dilihat jumlah penuturnya, BI termasuk kelompok bahasa yang memiliki jumlah
penutur besar sehingga tak mustahil BI akan mampu menjadi sarana komunikasi
antarbangsa. Peluang inilah yang mendukung upaya pemerintah (melalui pasal 44
UU ini) untuk meningkatkan
fungsi BI menjadi bahasa internasional. Hal ini didukung pula oleh adanya
berbagai perguruan tinggi di luar negeri (Amerika, Eropa, Asia Tenggara, Timur
Tengah) yang membuka jurusan Bahasa Indonesia dan lembaga BIPA. Bahkan di Perth
Australia telah berdiri Balai Bahasa.
Kalau
dicermati di setiap pasalnya, terutama pasal 26—39 tentang penggunaan bahasa
Indonesia oleh warga negara Indonesia, tertera dengan jelas bahwa kata-kata
“wajib” menjadi kata-kata dominan sehingga mau tak mau kita harus mendahulukan
penggunaan bahasa Indonesia daripada bahasa asing atau daerah. Walau di dalam
UU ini tidak ada ketentuan mengenai pidana bagi para pelanggarnya, ketentuan
“wajib” ini diharapkan di masa depan bahasa Indonesia lebih diapresiasi secara
positif sehingga tak lagi beralasan jika orang lebih berbangga menggunakan
bahasa asing. Hanya saja, memang, semua ini akan bisa berhasil dengan baik jika
ada dukungan dari semua pihak yang dilandasi rasa nasionalisme dan kebangsaan
yang kuat. ***
Dimuat Kedaulatan
Rakyat, 15 November
2009.