Kewajiban Berbahasa Indonesia pada Forum Internasional
Saturday, January 14, 2017
Edit
Akhir-akhir ini ada kecenderungan banyak instansi atau
perguruan tinggi yang menyelenggarakan forum pertemuan internasional (seminar, konferensi,
kongres, simposium, dll) dan bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
asing (Inggris). Sebut saja, misalnya, pertemuan dengan tajuk Multiculturalism
and (Language and Art) Education: Unity and Harmony in Diversity di UNY (21--22
Oktober 2009), CONEST 6, di UAJ Jakarta (30 November--1 Desember 2009), The
2nd International Symposium on Urban Studies: Art, Culture, and History di UNAIR
Surabaya (23 Januari 2010), dan lagi International Conference on Tradicional
Culture di UNY pada 29 Mei lalu.
Siapa pun
memang dapat menggelar forum dengan label internasional selama forum itu melibatkan
peserta dari berbagai negara. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa
dalam forum yang diselenggarakan di Indonesia itu digunakan bahasa asing? Padahal,
sebagian besar pesertanya adalah orang Indonesia dan peserta yang berasal dari
luar negeri hanya beberapa gelintir saja. Tentu ini akan lebih pas jika digunakan
bahasa Indonesia. Apalagi, pada umumnya, peserta luar negeri yang datang ke
forum itu juga telah mampu berbahasa Indonesia.
Tak
dipungkiri memang forum pertemuan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa asing
akan terdengar lebih elit dan bergengsi. Hal itu juga bisa membangun kesan bahwa
kita tidak kalah bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Dan memang, agar kemajuan
bangsa ini tak tertinggal oleh bangsa dan negara maju lainnya, kita perlu
menguasai bahasa asing sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi, apakah
semua itu hanya demi prestise, gengsi, dan dalam kerangka peningkatan daya
saing semata? Sebab, di balik semua itu, bangsa ini sebenarnya masih dihadapkan
pada problem mendasar berkait dengan karakter bangsa, nasionalisme, dan
sejenisnya.
Tanpa
menghalangi upaya peningkatan daya saing bangsa, perlu kiranya kita kembali menakar
diri mengingat masih banyak hal yang perlu ditata. Ada tanda-tanda bahwa bangsa
ini cenderung tidak berkarakter Indonesia, rasa nasionalisme tak lagi melekat
dengannya, dan bangsa ini juga mulai menjauh dari kebanggaan budaya dan
bahasanya. Lihatlah betapa antusias kita menyambut produk asing, termasuk
bahasa asing, sehingga kita lupa pada produk sendiri, termasuk bahasa sendiri,
dan karenanya tak terlalu mengherankan jika pada tahun ini nilai UN Bahasa
Indonesia lebih buruk ketimbang Bahasa Inggris.
Karena
itu, mulai saat ini bangsa kita perlu menggalakkan upaya pemupukan sikap dan
kebanggaan masyarakat terhadap produk (nilai-nilai) budaya sendiri (lokal) dan
bahasa sendiri (bahasa Indonesia dan Daerah). Perlu diingat, dalam kerangka itu
semua, Presiden bersama DPR telah mengeluarkan UU No 24 Tahun 2009 yang
mengatur Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dan
UU itu telah berlaku sejak Juli 2009. Di dalam UU itu (pasal 26--39) diatur
dengan sangat jelas kewajiban kita (bangsa Indonesia) untuk menggunakan bahasa
Indonesia.
Pada pasal
28, misalnya, dinyatakan “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato
resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan
di dalam atau di luar negeri.” Sebagai bentuk kepatuhan terhadap UU ini,
Presiden pun telah membuktikannya, yaitu “berpidato dengan menggunakan bahasa
Indonesia” ketika menghadiri pertemuan di Australia beberapa bulan lalu. Dan,
perlu diketahui, ketika Presiden Amerika Barack Obama hendak berkunjung ke
Indonesia, konon Presiden SBY telah berencana menyambutnya dengan pidato berbahasa
Indonesia. Hanya sayang sekali kunjungan Obama batal.
Sementara
itu, pada pasal 32 ayat 1 dinyatakan dengan jelas bahwa “Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia.” Hal itu berarti bahwa di dalam segala bentuk forum
pertemuan, entah seminar, kongres, konferensi, atau simposium, entah bersifat
lokal, regional, nasional, atau internasional, selama forum itu diselenggarakan
di Indonesia, wajib digunakan bahasa Indonesia. Bahkan, seperti dinyatakan pada
pasal 32 ayat 2 bahwa “Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam
forum internasional di luar negeri”.
Karena
itu, tidaklah beralasan jika dalam berbagai forum pertemuan internasional di
Indonesia yang merebak akhir-akhir ini digunakan bahasa asing (Inggris) sebagai
bahasa pengantarnya. Bahkan, kalau ditinjau dari aspek kepatuhan terhadap
hukum, hal itu boleh dikata telah melanggar hukum (undang-undang). Hanya saja,
perlu diketahui, hal ini tidak berarti bahasa asing sama sekali tidak boleh
digunakan dalam suatu forum tertentu yang resmi. Sebab, bahasa asing (atau
daerah) tetap dapat digunakan dalam suatu forum asalkan forum itu bertujuan dan
bersasaran khusus misalnya dalam bidang pengajaran atau pembelajaran. Untuk
itu, diharapkan, pada forum-forum pertemuan internasional yang akan
diselenggarakan di masa datang, hendaknya tetap digunakan bahasa kita sendiri,
bahasa Indonesia.***