Gus tf Sakai (1965--...): Sastrawan dari Fakultas Peternakan
Friday, January 06, 2017
Edit
Gus
tf Sakai lahir pada 13 Agustus 1965 dari pasangan Bustaman-- Ranjuna.
Pendidikan SD (1979), SMP (1982), dan SMA (1985) diselesaikan di kota
kelahirannya, Payakumbuh (Sumatra Barat). Lalu pindah ke Padang, me-lanjutkan
ke Fakultas Peternakan Universitas Andalas (lulus 1994). Sebelum lulus,
tepatnya pada 1990, ia menikahi Zurniati, gadis rekan beda fakultas
(Pertanian). Kini dikaruniai tiga anak (1 putra dan 2 putri): Abyad Barokah
Bodi, Khanza Jamalina Bodi, dan Kuntum Faiha Bodi.
Masa
kanak-kanaknya dilalui seperti halnya anak-anak lain di kampungnya. Bedanya, ia
punya hobi lain: gemar menggambar. Maka, ketika SD, di samping tetap senang
bermain bola dan bela diri, kegemaran membaca dan menulis cepat berkembang.
Hanya, tulisan-tulisannya (puisi, cerpen, dan esai) masih "mendekam"
di buku harian dan belum berani ia publikasikan. Baru ketika cerpennya
"Usaha Kesehatan di Sekolahku" memperoleh hadiah I sayembara menulis
cerpen Kantor Depdikbud Kotamadya Payakumbuh 1979 --saat itu kelas 6 SD-- ia
mulai melempar tulisannya ke sejumlah media cetak.
Selanjutnya,
saat SMP--SMA, puisi dan cerpennya terus mengalir, beberapa darinya muncul di
koran Singgalang (Padang) dan majalah Hai (Jakarta). Sejak pindah
ke Padang (setamat SMA, 1985) --dan memutuskan ingin hidup dari menulis-- ia kian
produktif. Tak hanya puisi dan cerpen, tapi juga esai, artikel, novelet, dan
novel. Hingga kini, walau sejak 1996 ia beserta keluarga kembali ke kam-pungnya
(Payakumbuh), sekian banyak lomba terus ia ikuti, sejumlah media (Kompas,
Suara Pembaruan, Republika, Horison, Singgalang, Haluan, Pelita, Femina, Gadis,
Matra, Estafet, Tiara, Anita, Kartini, Sarinah, Kalam) terus ia tembus, dan
beberapa penerbit (Balai Pustaka, Gramedia, Grasindo, Kompas) telah bersedia
menerbitkan buku-bukunya (puisi, cerpen, novel).
Dua
buku puisinya yang telah terbit: Sangkar Daging (Grasindo, 1997) dan Daging
Akar (Kompas, 2005). Empat kumpulan cerpen-nya yang terbit: Istana
Ketirisan (Balai Pustaka, 1996), Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta
(1999), Laba-Laba (2003), dan Perantau (Gra-media, 2007). Tiga
novel-(remaja)-nya yang terbit: Segi Empat Patah Sisi (Gramedia, 1990), Segitiga
Lepas Kaki (Gramedia, 1991), dan Ben (Gramedia, 1992). Tiga
novel-(dewasa, serius)-nya yang terbit: Tambo: Sebuah Per-temuan (2000),
Tiga Cinta, Ibu (2002), dan Ular Ke-empat (Kompas, 2005). Dan
dalam tulisan serta buku-bukunya, ia konsisten menggunakan nama Gus tf untuk
puisi dan Gus tf Sakai untuk prosa. Nama aslinya adalah Gustafrizal.
Selain
hadiah yang diperoleh saat SD (1979) atas cerpennya "Usaha Kesehatan di
Sekolahku", sejak 1985 hingga kini, pengarang yang pernah bergabung dengan
Kelompok Pengarang Remaja Gramedia ini telah mengan-tongi 36 hadiah dan 4
penghargaan. Pada 1985, cerpennya "Kisah Pinokio dan Cinderella"
memperoleh hadiah ke-2 sayembara mengarang majalah Anita. Pada 1986,
cerpennya "Nenek" dan noveletnya "Ngidam" mendapat hadiah
ketiga dan pertama sayembara mengarang ma-jalah Kartini. Pada 1987
cerpennya "Tiga Pucuk Surat buat Muhammad" juga menjadi pemenang
harapan sayembara majalah Tiara.
Pada
1988 ia memperoleh dua hadiah. Cerpennya "Gun" menjadi pemenang
ketiga sayembara mengarang majalah Estafet dan noveletnya "Buram
Berlatar Suram" memper-oleh hadiah kedua sayembara majalah Kartini.
Tiga hadiah kembali ia peroleh pada 1989. Majalah Anita kembali
menobatkan noveletnya "Dutch Doll" sebagai pemenang ke-2. Semen-tara,
dua puisinya, "Didaktisisme Catur Lima Episode" dan
"Menunggu", menjadi pemenang I dan harapan I pada sayembara penulisan
puisi oleh Direktorat Kesenian Ditjen Kebudayaan Depdikbud.
Dua
buah puisinya, "Tentang Tuan Rumah dan Tamu yang Dibunuhnya" dan
"Bola Salju", menyabet hadiah pada 1990. Yang pertama pada sayembara
penulisan puisi Sang-gar Minum Kopi (Bali) dan yang kedua pada sayembara
penulisan puisi Iqranidya Club Cilacap (Jawa Tengah). Pada 1991 ia mem-borong 4
hadiah. Cerpen "Urban" mendapat hadiah dari Suara Merdeka;
cerpen "Sebuah Lembah Setelah Lebah Pindah" mendapat hadiah dari Bali
Post; novelet "Ben" mendapat hadiah pertama majalah Gadis;
dan novelet "Lembah Berkabut" memperoleh hadiah ketiga majalah Kartini.
Pada 1992 Sanggar Minum Kopi (Bali) kembali memberi hadiah atas puisinya
"Aforisme Anggur" dan "Perkawinan Mawar" dan ini diulang
pada 1993 atas puisinya "Tak Pernah Kubutuh Sebuah Telepon". Pada 1993
ini ia juga menerima hadiah dari Panitia Pekan Budaya Minangkabau atas esainya
"Asketik, Holistik, Paradigma Modernity".
Dua
buah puisinya, "Daun yang Baik" dan "Seseorang dalam Lorong
Bernama Za-man", memperoleh hadiah pada 1994. Yang pertama oleh Bulletin
Sastra Budaya Kreatif (Batu) dan yang kedua oleh Yayasan Teraju
(Sumbar). Pada 1995 ia kosong, tak mendapat hadiah. Barulah pada 1996 ia
mendapat hadiah harapan dari majalah Matra atas cerpennya "Tak Ada
Topeng dalam Diary" dan dari Pusat Bahasa atas esainya "Bentuk Budaya
dalam Masyarakat Multietnik".
Sementara, pada 1997 ia juga kosong, baru pada 1998 noveletnya
"Jilid Laki-Laki untuk Ibu" mendapat hadiah dari Femina.
Tahun
1999 agaknya menjadi tahun terbaik baginya: 5 hadiah berhasil dikan-tonginya.
Dewan Kesenian Jakarta memberi dua hadiah atas cerpennya "Lukisan Tua,
Kota Lama, Lirih Tangis Setiap Senja" dan "Sungguh Hidup Begitu
Indah". Sementara, panitia lomba puisi perdamaian Art and Peace
memberi hadiah atas puisinya "Peristiwa Menanam"; Pusat Kajian
Humaniora Universitas Negeri Padang memberi hadiah atas cerpennya
"Kupu-Kupu"; dan cerpennya "Ulat dalam Sepatu" terpilih
sebagai Cerpen Pilihan Kompas, lalu masuk dalam buku Derabat
(1999). Pada tahun 2000, Kompas kembali memberi hadiah atas cerpennya
"Laba-Laba" yang kemudian masuk dalam buku Dua Tengkorak Kepala
(2000), dan Pusat Kajian Humaniora Universitas Negeri Padang pun kembali
memberi hadiah atas cerpennya "Karena Kita Tak Bersuku".
Setelah
tahun 2000, nama Gus tf kian berkibar. Selain menerima 5 hadiah, juga menerima
5 penghargaan. Cerpen "Upit" terpilih sebagai Cerpen Pilihan
Kompas 2001; cerpen "Gambar Bertuliskan 'Kereta Lebaran'"
terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 2002; dan cerpen
"Belatung" terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas yang lalu
masuk dalam buku Jl. Asmaradana (2005). Cerpen "Belatung" ini
kemudian dimuat dalam buku terbarunya Pe-rantau (2007). Sedang novel
remajanya "Garis Lurus, Putus" mendapat hadiah dari Mizan 2002 dan
novel "Ular Keempat" memperoleh hadiah harapan pada sayembara
mengarang novel DKJ 2003. Sebelum dibu-kukan (2005), Ular Keempat dimuat
sebagai cerbung di Media Indonesia awal 2005.
Sementara,
penghargaan yang diterima ialah (1) Penghargaan Sastra Lontar dari Yaya-san
Lontar untuk kumpulan cerpen Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta 2001, (2)
Anugerah Sastra dari Fakultas Sastra Univer-sitas Andalas Padang 2002, (3)
Penghargaan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa atas kumpulan cerpen Kemilau
Cahaya dan Perempuan Buta 2002; (4) Penghargaan SIH Award dari Jurnal
Puisi atas puisinya "Susi, 2000 M" 2002, dan (5) Penghargaan SEA
Write Award 2004 dari Kerajaan Thailand atas kum-pulan cerpen Kemilau
Cahaya dan Perempuan Buta. Buku kumpulan cerpen itu juga telah
diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh The Lontar Foundation dengan judul The
Barber (2002). Selain diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, beberapa
cerpennya juga diterjemahkan ke bahasa Portugis. Sejumlah puisinya diter-jemahkan
pula ke bahasa Arab dan Jerman. Edisi bahasa Inggris novelnya Tambo: Sebuah
Pertemuan dikerjakan oleh Metafor Publishing.
Hingga
kini, selain tetap aktif menulis, Gus tf aktif pula mengikuti acara baca puisi
dan pertemuan sastra. Semisal, di Forum Puisi Indonesia 1987 TIM, Istiqlal
International Poetry Reading 1995, Pertemuan Sastrawan Indonesia di
Bukittinggi, Pertemuan Sastrawan Nusantara di Kayutanam, dll. Aktivitasnya di
bidang puisi juga mengantarkan sejumlah puisinya masuk ke dalam berbagai
antologi, di antaranya Ketika Kata Ketika Warna, Dari Bumi Lada, Batu
Beramal, dan Kebangkitan Nusan-tara. Oleh Korrie Layun Rampan,
dengan 12 puisinya, sastrawan yang mengaku sebagai kolektor dan pekerja
(sastra) yang sejak 2002 diajak Sapardi Djoko Damono bergabung dengan Jurnal
Puisi ini termasuk salah satu yang "dinobatkan" sebagai pengarang
Angkatan 2000 (Grasindo, 2000). Demikianlah, riwayat singkat Gus tf
Sakai. Ia memang unik: sarjana peternakan tapi lebih enjoy
mengasuh Jurnal Puisi. ***
Dimuat Horison/Kakilangit 135/Maret 2008