Bulan Bahasa dan Sastra 2009: Kita Sambut UU Bahasa Indonesia
Friday, January 13, 2017
Edit
Kita wajib bersyukur karena UU Bahasa Indonesia (UU
No 24/2009) telah disahkan Presiden pada 9 Juli 2009. Meski tidak hanya
mengatur Bahasa, tetapi juga Bendera, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, UU
tersebut telah menjadikan Bahasa Indonesia memiliki kekuatan hukum yang sah dan
kita (seluruh warga negara) wajib mematuhinya.
Mengapa UU Bahasa harus ada? Sebab, sejak awal (1928) Bahasa Indonesia memang
dijadikan sarana mewujudkan cita-cita NKRI dan sampai usia kemerdekaan 64 tahun
kita belum memiliki UU yang mengatur kedudukan, fungsi, dan penggunaan Bahasa
Indonesia. Padahal, hal itu diamanatkan dengan jelas dalam UUD 45 (pasal 36).
Bagaimana Bahasa Indonesia (BI) diatur dalam UU dan apa kewajiban kita?
Dinyatakan dalam UU itu bahwa BI wajib digunakan
dalam peraturan perundang-undangan (pasal 26) dan dalam dokumen resmi (surat keputusan,
surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli,
surat perjanjian, putusan pengadilan) negara (pasal
27). Sementara, BI wajib digunakan dalam
pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara di dalam dan atau di
luar negeri (pasal 28). Kecuali, untuk forum resmi internasional di luar
negeri, negara yang bersangkutan telah menetapkan penggunaan bahasa tertentu.
Dalam pasal 29 diatur, BI wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
pendidikan nasional. Tetapi, jika untuk tujuan tertentu, pendidikan dapat
menggunakan bahasa asing. Bahkan, kewajiban itu tak berlaku bagi satuan
pendidikan asing. Sementara, BI wajib digunakan dalam pelayanan administrasi
publik di instansi pemerintahan (pasal 30). BI wajib pula digunakan dalam surat
perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah, lembaga swasta
atau perseorangan WNI (pasal 31). Jika melibatkan pihak asing, perjanjian
ditulis juga dalam bahasa asing dan atau bahasa Inggris.
Pasal 32 mengatur
bahwa BI wajib digunakan dalam forum nasional atau internasional di Indonesia
dan dapat pula dalam forum internasional di luar negeri. Sementara pasal
33 mengatur BI wajib digunakan dalam komunikasi resmi
di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Jika ada pegawai negeri atau
karyawan swasta yang belum mampu berbahasa Indonesia, mereka wajib mengikuti
pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.
BI wajib digunakan
dalam laporan tiap lembaga/perseorangan kepada instansi pemerintah (pasal 34).
BI juga wajib digunakan dalam penulisan karya/publikasi ilmiah di Indonesia
(pasal 35). Tetapi, jika ada tujuan khusus, publikasi itu dapat menggunakan
bahasa daerah/asing. Penamaan geografi juga wajib menggunakan bahasa Indonesia
(pasal 36) dan hal itu berlaku pula untuk penamaan bangunan, gedung, jalan,
apartemen, permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga
usaha, lembaga pendidikan, organisasi milik warga negara atau badan hukum
Indonesia. Tetapi, jika bernilai sejarah, budaya, adat istiadat, atau
keagamaan, penamaan itu dapat menggunakan bahasa daerah/asing.
Hal serupa berlaku
untuk informasi produk barang/jasa dalam/luar negeri di Indonesia (pasal 37).
Namun, jika diperlukan, dapat dilengkapi bahasa daerah/asing. Sementara
penunjuk jalan, rambu, fasilitas, spanduk, dll yang berupa pelayanan umum wajib
menggunakan BI (pasal 38). Tetapi, bila diperlukan, dapat disertai bahasa
daerah/asing. Hal sama berlaku untuk informasi via media massa (pasal
39). Hanya, jika ada tujuan khusus, dapat menggunakan bahasa daerah/asing.
Demikian ketentuan penggunaan BI seperti yang dimaksud pasal 26--39. Hanya
saja, semua ini masih akan diatur dalam Peraturan Presiden (pasal 40).
Lalu bagaimana UU ini mengatur upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
BI? Pasal 41 mengatur, pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi
bahasa/sastra agar tetap memenuhi kedudukan/fungsinya dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sesuai perkembangan zaman. Upaya
pengembangan, pembinaan, dan pelindungan itu dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
Sementara, untuk Bahasa Daerah, pasal 42 mengatur, Pemda wajib mengembangkan,
membina, dan melindungi agar tetap memenuhi kedudukan/fungsi dalam kehidupan
sesuai perkembangan zaman dan tetap menjadi bagian kekayaan budaya Indonesia.
Upaya itu juga dilakukan bertahap, sistematis, berkelanjutan oleh Pemda di
bawah koordinasi lembaga kebahasaan. Sama seperti ketentuan untuk BI, ketentuan
untuk Bahasa Daerah juga masih akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Selain itu, seperti diatur pasal 43, Pemerintah dapat memfasilitasi WNI yang
ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing
bangsa.
Mampukah BI menjadi bahasa internasional? Kalau dilihat jumlah penuturnya, BI
termasuk kelompok bahasa yang memiliki jumlah penutur besar sehingga tak
mustahil mampu menjadi sarana komunikasi antarbangsa. Peluang inilah yang
mendukung upaya pemerintah (pasal 44) untuk meningkatkan fungsi BI menjadi
bahasa internasional.
Akhirnya, lembaga kebahasaan seperti apa yang kelak mampu memenuhi ketentuan UU
No. 24/2009? Sampai saat ini Pusat dan Balai Bahasa sudah berupaya
mengembangkan, membina, dan melindungi Bahasa Indonesia (dan Daerah). Tetapi,
realitas menunjukkan, dengan statusnya sebagai eselon II, III, IV
Pusat/Balai/Kantor Bahasa belum mampu bekerja secara maksimal. Karena itu,
dengan disahkannya UU ini, Pusat/Balai/Kantor Bahasa diharapkan segera berubah
status ke tingkat yang lebih tinggi (pasal 45). Untuk itu, walau segalanya
masih akan diatur dalam Perpres dan PP, dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra
2009 ini kita sambut baik UU No. 24/2009 yang mengatur Bahasa Indonesia dan
penggunaannya. ***